DAILYPANGANDARAN – Dinas Kelautan Perikanan dan Ketahanan Pangan (DKPKP) Pangandaran mencatat hasil tangkapan lobster di laut Pangandaran terus mengalami penurunan. Pemicu menurunnya hasil tangkapan lobster karena maraknya penangkapan baby lobster (BBL).
Pada tahun 2019 hasil tangkapan lobster sebesar 7,2 ton per tahun dengan nilai pendapatan sebesar Rp 1,1 Miliar.
Kenaikan hasil tangkapan sempat terjadi pada tahun 2020 sebanyak 17 ton lobster per tahun dengan nilai Rp 1,5 Miliar.
Namun hasil tangkapan lobster menurun lagi karena adanya penangkapan baby lobster. Pada tahun 2021 hasil tangkapan lobster menjadi 1,6 ton per tahun dengan nilai Rp 298 juta.
Pada tahun 2022 hasil tangkapan lobster kembali menyusut menjadi 1,2 ton per tahun dengan nilai Rp 79 juta. Kemudian hasil tangkapan lobster merosot lagi. Per Juli 2023 hasil tangkapan lobster hanya 52,78 Kg dengan nilai Rp 8,9 juta.
Peralihan tangkapan nelayan ke komoditas BBL memberikan keuntungan besar. Selain itu, penegakan larangan menangkap BBL melalui surat edaran bupati tidak di gubris sejumlah pihak.
Akibat maraknya penangkapan baby lobster di laut Pangandaran, Komoditas Lobster di Pangandaran di perkirakan akan mengalami kelangkaan.
Sebagai daerah yang terkenal dengan seafood ini, kini Pangandaran nyaris kehilangan menu lobster di beberapa restoran yang ada di kawasan objek wisata.
Penangkapan BBL di Pangandaran turut mempengaruhi pendapatan asli daerah (PAD) pemerintah Kabupaten Pangandaran.
Saling Lempar Tanggungjawab
Kepala Bidang Tangkap di Dinas Kelautan Perikanan dan Ketahanan Pangandaran, Abah Ridwan mengklaim sudah melakukan sosialisasi kepada para nelayan untuk tidak menangkap BBL melalui surat edaran Bupati sejak tahun 2021.
“Kalau kami dari DKPKP terkait penangkapan BBL sudah sosialisasi kepada nelayan untuk melakukan pembinaan. Bahwa sesuai dengan peraturan, ketentuan, untuk penangkapan BBL itu ada ketentuan dan syarat yang harus terpenuhi,” kata Ridwan, Rabu (6/9/2023).
Kemudian, kata dia, larangan BBL di Pangandaran sudah terbit melalui surat edaran bupati dan masih berlaku.
“Isi surat itu menyatakan bahwa di daerah perairan Pangandaran tidak boleh menangkap BBL,” katanya.
Ia mengatakan pihak DKPKP hanya dapat melakukan pembinaan saja untuk para nelayan Pangandaran. “Namun terkait penindakan itu, semua kewenangan adanya di provinsi dan di pusat,” ucapnya.
Dia mengatakan terkait informasi adanya pelaporan penangkapan BBL sudah mengiirm surat kepada pihak pemprov Jabar dan kementerian perikanan, bahwa di Pangandaran terjadi penangkapan BBL.
“Mungkin hanya itu saja yang dapat kami lakukan, berdasarkan kewenangannya seperti itu untuk tindak lanjutnya terkait penangkapan BBL,” katanya.
Ridwan menuturkan, pihaknya sudah melayangkan surat kepada pemprov Jabar dalam hal ini Dinas Kelautan Jabar. “Sudah sering mengirim surat sejak tahun 2021 hingga 2022 terkait surat penindakan,” ucapnya.
Sementara itu, DKPKP Pangandaran mengaku belum pernah ada langkah-langkah yang sifatnya penindakan.
“Sampai saat ini soal penindakan langsung kami belum menerima informasi. Karena kami tidak ada kewenangan. Kami meminta mereka untuk melakukan pengawasan. Untuk permintaan penindakan itu selalu, tapi nanti akan koordinasikan lagi, tentang penangkapan BBL ini,” katanya.
Mega menuturkan lobster yang sudah bisa di tangkap seharusnya mempunyai berat 200 gram hingga 1 kilogram, namun banyak nelayan yang mengambil di bawah ukuran standar.
“Padahal lobster dewasa kalau dijual bisa mencapai Rp 200 ribu hingga Rp 1 juta per kilogramnya,” kata dia.
Mega merinci untuk seekor BBL, nelayan bisa mendapatkan Rp 3 ribu per ekor. “Kalau lagi bagus bisa mencapai Rp 15 ribu per ekor. Karena mereka jual ke pengepul, sementara kalau sesuai regulasi harus jual ke budidaya. Namun di Pangandaran belum ada pembudidaya lobster. Artinya mereka jual untuk konsumsi atau keluar daerah,” ucapnya.
Ungkap Nelayan di Pangandaran
Kemudian beberapa waktu lalu mencoba konfirmasi kepada salah satu nelayan di wilayah Pantai Batukaras, Pangandaran berinisial (I).
I menyatakan jika di pantai Batukaras untuk saat ini sudah tidak ada lagi yang menangkap BBL.
“Ya mungkin sudah habis atau menunggu waktu bertumbuh lagi,” kata I.
Di tempat terpisah, nelayan Legok Jawa (N) mengklaim jika para nelayan di wilayahnya semuanya tidak menangkap BBL, melainkan menangkal ikan.
N mengatakan untuk wilayah pantai yang paling banyak penangkapan BBL itu berada di wilayah Pantai Muaragatah dan Pantai Madasari.
“Paling yang banyak BBL itu di Madasari dan Muaragatah,” ucap I.
Tanggapan DKP Jabar
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, Hermansyah Manap mengatakan untuk penangkapan BBL yang tidak sesuai peruntukan di sepanjang pansela selama ini sudah pembinaan dan penindakan kepada pedagang BBL.
“Terbukti kita sudah berkali-kali untuk menjadi saksi ahli dalam penindakan terkait BBL,” kata Hermansyah melalui pesan WhatsApp.
Ia mengatakan terkait penindakan terhadap nelayan lebih persuasif dalam hal penangkapan BBL dan pengawas terpadu dengan koordinasi lintas sektor.
“Kami juga melakukan penindakan terhadap pedagang/pengepul BBL tahun 2023 sudah 3 kali atau 3 kasus yang DKP Jabar sebagai saksi ahli karena penanganan kasus BBL oleh Bareskrim langsung,” ucapnya.
Hermansyah mengatakan DKP Jabar sudah melakukan pembinaan dan kolaborasi dengan Pokmas di masing-masing wilayah dalam pengawasan.
Lebih lanjut, Hermana mengatakan terkait di wilayah Pangandaran belum mendapatkan laporan hasil tangkapan BBL yang diberikan dari DKPKP Pangandaran.”Kalau laporan terkait hasil tangkapan BBL belum ada,” ucapnya.
Saat detikJabar menanyakan soal penindakan kepada nelayan yang tetap menangkap BBL belum bisa memberikan jawaban.
Ia mengatakan penangkapan BBL di Pangandaran sudah dilarang sesuai dengan Surat Edaran Bupati Pangandaran Nomor : 523/0409/DKPKP/III/2021 tertanggal 15 Maret 2021.