Pangandaran – Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Pangandaran, Dodi Djubardi menyesalkan adanya 3 dosa besar pendidikan yang terjadi di Pangandaran.
“3 dosa besar pendidikan itu diantaranya kekerasan, intoleransi dan pelecehan seksual,” kata Dodi, Sabtu (18/11/2023).
Menurutnya, dari 3 dosa besar pendidikan itu yang paling sering terjadi di Pangandaran yakni pelecehan seksual.
“Baru -baru ini memang ramai seorang siswa di bawah umur jadi korban pelecehan seksual yang dilakukan pamannya,” ucap dia.
Ihwal kejadian pelecehan seksual anak diperkosa di Pangandaran oleh pamannya sendiri, kata Dodi, terjadi di luar proses pembelajaran. “Tentu disana peran keluarga dan masyarakat yang harus menjadi yang utama karena kebanyakan terjadi diluar lingkup sekolah,” ucapnya
Ia mengatakan guru harus melihat anak-anak ketika ada perilaku yang kelihatan ada penyimpangan dan harus segera ditindaklanjuti.
“Sekarang itu tidak hanya anak perempuan dengan laki-laki, bahkan anak laki-laki dekat dengan laki-laki juga kalau kelihatan terlalu mesra lebih diperhatikan,” katanya.
Dodi mengaku sangat menyesalkan kejadian itu dan berharap kepada ibu bapak/guru tidak melakukan tindakan-tindakan yang keluar dari aturan yang berlaku.
Dalam HUT ke-78 PGRI yang dilaksanakan di SMA Negeri 1 Pangandaran pada Sabtu (18/11) siang, Dodi menitikberatkan persoalan 3 dosa besar pendidikan kepada para guru.
“Bagaimana 3 dosa besar itu dapat ditangani dengan literasi, membaca dan pemahaman-pemahaman pentingnya literasi untuk mencegah terjadinya kekerasan, pelecehan seksual hingga intoleransi,” ucapnya.
Kemudian, pihaknya juga mengaku sudah bekerjasama dengan kepolisian terkait perlindungan hukum baik bagi guru maupun siswa.
“Jangan sampai sekolah, guru selalu disalahkan dalam banyak hal. Itu terjadi di pendidikan kita,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Balai Bahasa Provinsi Jabar, Herawati mengatakan PGRI Pangandaran hari ini membahas soal bagaimana mengatasi 3 dosa besar pendidikan, yakni intoleransi, kekerasan seksual dan perundungan.
“Semua ini begitu marak terjadi di dunia pendidikan. Kita sebagai orang-orang yang terlibat di dunia pendidikan harus memiliki kesadaran, untuk meminimalisir terjadi 3 dosa besar tersebut maka harus memahami dan mengambil peran,” ucapnya.
Herawati mengatakan sejumlah solusi ketika meminimalisir terjadi intoleransi dimulai dari hal-hal kecil.
“Misalnya untuk intoleransi maka harus memberikan pemahaman kepada anak-anak entah kita sebagai ortu, pendidik, bahwa yang menghargai keberagaman, perbedaan dan upaya saling menghargai harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,” katanya.
Selain itu, menurut Herawati, kekerasan seksual tidak akan terjadi kalau diberikan dasar pengetahuan.
“Karena itu pendidikan seks bukan hal yang tabu dibahas, pendidikan seks itu wajib diberikan kepada anak-anak kita supaya mereka dapat menjaga diri, sehingga mereka mempunyai alarm tertentu,” ucapnya.
Dengan itu pihaknya mengharapkan agar anak-anak dapat menghindari peluang terjadinya pelecehan seksual.
Kemudian, Herawati mengingatkan terkait dengan perundungan yang berawal dari tindakan verbal, kata-kata yang mengarah ke hal yang bisa mengucilkan seseorang.
“Semua itu adalah kebiasaan kita dalam menggunakan bahasa sehingga harus memberikan pemahaman kepada anak-anak dalam komunikasi, memilih kata yang baik dan tepat dalam kebutuhan komunikasi. Kan kata-kata ketika sudah diucapkan tidak bisa ditarik kembali,” tutupnya.