Berita  

Dibalik Pesona Tanjung Cemara Pangandaran, Kepemilikan Tanahnya Disoal Warga

Pesona Tanjung Cemara Pangandaran.
Pesona Tanjung Cemara Pangandaran.

DAILYPANGANDARAN – Salah seorang warga bernama Iing (78) warga Desa Cikembulan Kecamatan Sidamulih kabupaten Pangandaran bernama Iing (78) mengaku namanya dicatut dalam sebuah sertifikat tanah seluas 10.775 meter persegi, yang terletak di Desa Sukaresik.

Ia pun membuat laporan polisi terkait pencatutan tersebut, pada tanggal 5 Februari 2024, dimana ada dugaan tindakan pidana pasal 266 dan atau 263 KUHP.

Dirinya mengaku pernah diajak ke salah satu notaris di Pangandaran bernama Sulyanati untuk menandatangani akta tanah seluas 10.775 meter persegi.

Informasi yang dailypangandaran.com terima pada Jumat, 5 Februari 2024, tanah seluas 5 hektar di wilayah Tanjung Cemara itu telah memiliki sertifikat atas nama pribadi. Namun, kepemilikan tanah di lokasi tersebut masih menjadi persoalan.

Hal tersebut baru diketahui Iing tahun 2024 saat dipanggil kepala Desa Sukaresik bahwa dirinya memiliki tanah di Desa Sukaresik seluas 1 hektar.

Ada 5 sertifikat yang saat ini telah tercatat sebagai pemilik tanah di kawasan Tanjung Cemara. Namun, usut punya usut dari lima sertifikat tanah yang dibuat itu diduga terdapat 2 sertifikat palsu.

Dua sertifikat yang diduga palsu tersebut tidak diakui oleh para pemilik tanah yang namanya tercatut. Lantas warga yang namanya tercatut di sertifikat tanah Tanjung Cemara kaget bukan kepalang.

“Saya kaget karena tiba-tiba ada yang mencatut nama saya sebagai pemilik tanah di Tanjung Cemara seluas 1 hektar,” kata Iing (78) salah satu yang namanya tercatut saat berbincang dengan dailypangandaran.com pada Kamis (8/2/2024).

Menurutnya, pertama kali mengetahui adanya sertifikat tanah di Tanjung Cemara itu saat Kepala Desa Sukaresik memanggil. “Awalnya tahu dari pak kuwu (kepala desa) saat dimintai keterangan,” ucapnya.

Dia mengaku kaget sekali saat mengetahui dirinya ada yang mengklaim memiliki tanah 1 hektar. “Boro-boro tanah 1 hektar kang, saya kerja aja serabutan. Jelas kaget,” ucapnya.

Ia mengatakan tidak mengetahui saat beberapa tahun yang lalu dirinya sempat diajak ke kantor notaris untuk menandatangani akta. “Ya saya gak tahu bahwa itu tanda tangan untuk sertifikat tanah,” katanya.

Usai namanya tercatut sebagai pemilik tanah Tanjung Cemara, I langsung melaporkan kepada Polisi Polres Pangandaran. “Kalau lapor ke polisi sudah,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Desa Sukaresik Mumu Mulyana mengatakan tanah seluas 5 hektar di Tanjung Cemara Pangandaran memang saat ini menjadi persoalan terkait klaim sertifikat tanah. “Kami menduga tanah itu memang ada yang mengklaim atas nama pribadi,” kata Mumu.

Ia mengatakan setelah ditelusuri tanah seluas 5 hektar di Tanjung Cemara itu memiliki 5 sertifikat, namun ada dugaan 2 palsu. “Karena setelah kami cek ke 2 orang yang namanya ada di sertifikat tanah, tidak mengakui memiliki tanah itu,” ucapnya.

Kata dia, dilihat dari arsip Desa Sidamulih, jika tanah Tanjung Cemara tahun 1934 merupakan tanah pengangonan yang dikuasai oleh desa, bukan perorangan.

“Jadi sebetulnya itu bukan tanah negara bebas, tapi tanah kekayaan Desa Sukaresik,” katanya.

Sudah hampir puluhan tahun, kata Mumu, warga Desa Sukaresik meminta hak kekayaan desa kembali ke rakyat. “Jadi kami sudah sejak tahun 1998 sudah memperjuangkan tanah ini, sampai ke BPN digugat. Cuman kami kalah,” ucapnya.

Kendati demikian, menurut Mumu, setelah ditanyakan ke pihak BPN Pangandaran saat ini tanah seluas 5 hektar tersebut telah dimiliki oleh Cahya. “Jadi semua sertifikatnya sudah atas nama bapak Cahya,” kata dia.

Mumu meminta agar hak milik tanah Desa Sukaresik segera dikembalikan. Ia pun memohon pihak yang berwajib mengusut tuntas terkait dugaan adanya mafia tanah di desanya yang ia pimpin. “Saya mewakili warga Sukaresik meminta pihak berwajib untuk mengusut tuntas mafia tanah di desa kami,” katanya

Menurut Camat Sidamulih Megi, memang persoalan tanah Tanjung Cemara ini terkait kepemilikannya sudah lama sejak 1998. “Informasinya memang ada yang bermasalah di awal penerbitan, karena ada warga yang mengakui tidak pernah memiliki dan menjual tanah tersebut,” ucapnya.

Kasat Reskrim Polres Pangandaran AKP Herman membenarkan jika adanya laporan dugaan tindak pidana pasal 266 dan atau 263 KUHP yang dilaporkan pada 5 Februari 2024 yang lalu.

“Laporan itu telah kami terima, saat ini masih pendalaman persoalan tersebut,” kata AKP Herman melalui Kanit Tipiter Satreskrim Polres Pangandaran Ipda Wahyudi saat dihubungi.