DAILYPANGANDARAN – Forum Masyarakat Ciliang Menggugat (FMCM) menyampaikan hasil aksi di DPRD Pangandaran kepada masyarakat, Kamis 5 September 2024.
Pada 26 Agustus 2024 lalu, Forum Masyarakat Ciliang Menggugat mendatangi gedung DPRD Kabupaten Pangandaran untuk menuntut 3 tuntutan. Ketiga tuntutan tersebut yaitu Masalah Hak Pengelolaan Lahan (HPL), bagi hasil atau retribusi wisata dan status lahan parkir.
Ketua Forum Masyarakat Ciliang Menggugat Jaja Sudrajat mengatakan, untuk hasilnya sendiri, soal HPL tidak dilanjutkan prosesnya.
“Kalau lahan parkir itu kita sudah ketemu dengan kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Pangandaran dan pihak ketiga,” kata Jaja di aula Desa Ciliang, Kamis 5 September 2024.
Jaja menyampaikan, pihaknya juga sudah mendapatkan surat perjanjian kontrak tentang MOU wisata Batuhiu.
“Ya, itu sedang dikaji, oleh tim praktisi hukum yang ada di Desa Ciliang, kalau sepintas kita kaji karena itu statusnya lahan negara kemudian sepadan pantai atau harim laut,” tambah Jaja.
Menurut Jaja, kalau pun bisa dikerjasamakan tapi dengan proses yang panjang. Namun secara tiba-tiba terjadi kontrak tanpa ada konfirmasi ke desa.
“Bahkan ada beberapa dinas termasuk Pariwisata tidak tahu, berarti tidak ada koordinasi dengan pihak Dishub. Kemudian beberapa Minggu kebelakang dari anggota DPRD yang membidangi komisi ll yaitu bidang retribusi pun tidak mengetahui,” ungkap Jaja.
Jaja pun mengungkapkan, soal kerjasama tanpa diketahui instansi terkait bahwa itu dinilai rancu. Pihaknya melalui pemerintah desa akan memanggil Dinas Perhubungan Kabupaten Pangandaran.
“Insha Allah pada Selasa 10 September mendatang, kami melalui desa akan memanggil Dinas Perhubungan Kabupaten Pangandaran dan pihak ketiga untuk menindaklanjuti hasil kajian kami terkait masalah MOU kontrak parkir tersebut,” paparnya.
Kendati demikian, Jaja menyayangkan bahwa pihak ketiga sangat sulit di hubungi, kurang koordinasi dengan lingkungan dan pemerintah desa.
“Saat pertemuan di Dinas Perhubungan, pihak ketiga menjanjikan kepada forum akan datang menghampiri ke desa Ciliang, tapi sampai hari ini belum datang untuk konfirmasi, dengan itu kami mengagendakan nanti untuk mengirim surat melalui pihak desa supaya mereka datang,” tuturnya.
Jaja menyebutkan, kalau misalkan dilihat dari status lahan, HPL juga belum terjadi di wilayah wisata Batuhiu. Kemudian Pemda juga tidak memiliki legalitas tentang lahan tersebut.
“Lahan tersebut adanya di wilayah Desa Ciliang, sementara itu, Desa Ciliang belum mendapatkan kontribusi yang jelas,” papar Jaja.
Sedangkan hasil kontrak antara pihak ketiga dengan Pemda itu untuk PAD semua yang padahal tanahnya jelas lahan sepadan pantai atau harim laut.
“Soal bagi hasil retribusi wisata, kita sudah ketemu dengan Kepala Badan Keuangan Kabupaten Pangandaran, disitu dihadirkan plt Kepala Dinas Pariwisata, dan Eks Kepala Pariwisata (Tonton), kami mempertanyakan tuntutan poin ke tiga yaitu tentang bagi hasil,” ungkapnya.
Ia menuntut hasil kesepahaman waktu dalam 7×24 jam. Bahkan mereka jemput bola minta jawaban-jawaban dari pihak DPRD Pangandaran.
“Padahal kami menuntut kepada pihak wakil rakyat. Sepertinya kalau kami tidak pergi sendiri sampai saat ini belum ada jawaban akhirnya memutuskan untuk jemput bola,” katanya.
Jaja berharap dalam waktu dekat ini bisa terealisasi. Desa Ciliang harus diprioritaskan, karena desa tersebut sebagai penghasil PAD juga.
“Bahkan sistem di tahun 2024 ini ada aturan baru bahwa itu bisa dicairkan tiap semester, itu terpisah dengan tagihan yang belum dibayar dari mual tahun 2017 sampai 2023 oleh Pemda,” kata dia.
Mereka akan terus mempertanyakan soal itu kalau belum ada realisasi. Bahkan merka juga bisa kembali melakukan aksi sampai terealisasi.
“Kami akan tetap menuntut itu, sekarang kami sedang mempersiapkan kajian-kajian hukum, kalau ini memang melanggar hukum maka kita lanjutkan secara hukum,” ujarnya.