Budaya  

Seni Lebon Pangandaran, Tradisi Adu Ketangkasan Jawara

Mengenal seni lebon Pangandaran.
Mengenal Seni Lebon Pangandaran. Dok. Desa Wisata Selasari.

DAILYPANGANDARAN – Lebon adalah kesenian daerah khas Dusun Pepedan, Desa Selasari, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat merupakan kesenian yang cukup unik.

Dahulu Lebon merupakan tradisi penyelesaian sengketa yang tidak bisa selesai dengan kepala dingin.

Siapa saja yang kalah dalam adu ketangkasan dalam pertarungan Lebon akan dikubur oleh lawan yang menang. Setiap dua orang yang berselisih sebelumnya harus sudah menyiapkan kain kafan dan cangkul.

Kesenian Lebon mulai berkembang menjadi tampilan hiburan di Pangandaran pada tahun 1950. Seni adat pertarungan jawara antar kampung ini populer zaman dulu di Pangandaran.

Uniknya, Lebon saat itu menjadi salah satu kebudayaan untuk menyelesaikan suatu permasalahan seperti sengketa lahan, sengketa wilayah yang sudah tidak dapat diselesaikan pada zaman dahulu maka diselesaikan dengan seni lebon.

Sejarah Seni Lebon Pangandaran

Tokoh Budaya Desa Selasari Afan Rachmat mengatakan Seni Lebon sebetulnya sudah ada sejak 4 abad lamanya, namun baru dikenal lebih luas dan berkembang pada tahun 1950.

“Awal mula berkembang pada sekitar tahun 1951-1952 atau abad ke-17,” kata Afan, belum lama ini.

Afan menjelaskan, nama Lebon memiliki arti dari dua kata yaitu, kubur atau dikubur. Artinya, menurut dia, dalam seni Lebon asli pada jaman dahulu memang bagi pihak jawara yang kalah ataupun yang mati dalam pertarungan langsung dikubur di tempat.

“Oleh karena itu dua belah pihak jawara dalam setiap pertarungan masing masing menyiapkan kain kafan, pacul dan sekop untuk menguburkan lawan yang kalah dalam pertarungan,” katanya.

Namun seiring dengan perubahan zaman Seni Lebon ini berubah menjadi pementasan seni yang menarik.

“Saat ini memang trends nyah berubah. Seni Lebon menjadi kesenian hiburan yang bisa ditampilkan. Untuk menghindari cedera dalam “perkelahian” antar jawara, menggunakan pelindung di beberapa bagian tubuhnya,” ucap dia.

Menurutnya, pertarungan Lebon yang begitu keras kini berubah menjadi sarana hiburan dan dipadupadankan dengan kesenian gondang buhun, eok-beluk, ronggeng gunung, angklung Lebon, maupun kesenian lainnya yang diatur sedemikian rupa agar dapat terus dilestarikan seiring kemajuan zaman.

“Ya meskipun tidak populer seperti ronggeng gunung para pemain Lebon saat ini masih ada. Cuman sudah jarang lagi pentas, kecuali ada panggilan khusus ataupun permintaan dari wisatawan dengan rombongan banyak,” ucapnya.

Untuk melestarikan kesenian itu, saat ini Afan membuat Sanggar Jembar Mustik. Selain untuk menjaga tradisi lokal, sanggar tersebut menampilkan kesenian-kesenian daerah lainnya. “Jadi kami juga tidak hanya menampilkan Lebon. Kesenian tradisional untuk mengisi hajatan di kami juga ada,” ucapnya.